Wednesday, January 2, 2019

Cerita Legenda Roro Anteng dan Jaka Seger

Loading...

Cerita Legenda Roro Anteng dan Jaka Seger adalah bagian dari legenda Gunung Bromo, konon rekam jejak spiritualnya pun masih ada sampai sekarang ini di goa Widodaren yang terletak tak jauh dari kawah Gunung Bromo. Seperti apa legenda tersebut, mari kita simak cerita dibawah ini.

Goa Widodaren
http://surabaya.tribunnews.com

Legenda Roro Anteng dan Jaka Seger

Pada zaman kerajaan Majapahit yang kala itu dipimpin oleh Prabu Brawijaya (sebutan gelar raja-raja yang memerintah kerajaan Majapahit) mempunyai seorang putri yang bernama Rara Anteng. Ada pun sang putri ini sangat disayang oleh baginda Brawijaya. Karena parasnya yang sangat cantik serta luhur budi pekertinya dan menjadi teladan para remaja putri dilingkungan istana.

Hingga saat usianya menginjak dewasa, Rara Anteng berkenalan dengan seorang pemuda keturunan Brahmana, bernama Jaka Seger.  Hubungan mereka sangat akrab. Ketika sang Brahman mengetahui hal itu ia menasihati putrinya. “Bagaimana mungkin kau bisa mengawininya, anakku?” Rara Anteng adalah putri raja. Pastilah baginda raja menginginkan menantunya dari kalangan bangsawan. Walaupun berkali-kali dinasihati orang tuanya Jaka Seger pun tidak surut langkah. Mengetahui keinginan keras sang anak, maka dengan perasaan yang kalut dan serba salah, akhirnya Brahmana pergi ke istana Majapahit untuk melamar Rara Anteng.

Sesampai di istana, ia pun mengahadap sang Prabu Brawijaya dan langsung mengutarakan maksud kedatangannya kepada baginda raja Brawijaya. Dan perasaan khawatir lamaran itu akan ditolak jadi sirna, ketika raja memberi uraian pandangan yang tak terduga. “Mengapa tidak, Tuan Brahmana? Bukankah hal ini akan memberikan jalan keluar bagiku. Sebab sekarang ini asa persoalan yang sangat membelenggu kerajaan dengan masuknya ajaran agama Islam.” Hingga saat ini aku tidak dapat membendung apalagi memerangi penyebaran agama tersebut sebab Agama Islam pun telah datang secara baik-baik” ujar prabu Brawijaya.“Hanya saja, dari keturunanku kuharap ada yang melanjutkan kepercayaan leluhurnya. Kepercayaan kita! Kukira pasangan Jaka Seger dan Rara Anteng adalah pasangan yang tepat untuk menjadi cikal bakal penerus kepercayaan kita!.”

Maka saat itu juga Jaka Seger dan Rara Anteng dinikahkan secara sahdan mereka pun diperintahkan Prabu Brawijaya untuk ke luar dari  istana  Majapahit untuk melindungi diri.  Maka berbondong-bondonglah mereka yang masih mengukuhi kepercayaan leluhurnya, kearah timur. Mereka berpencar mencari tempat yang mungkin sulit untuk dicapai oleh penyebar agama Islam. Jaka Seger dan Rara Anteng beserta para pengikutnya memilih Gunung Berapi. “Mungkin disinlah tempat yang cocok untuk menghindari para penyebar agama Islam” ujar Jaka Seger kepada istrinya, Rara Anteng. Dan tempat itu dinamakan Tengger yang berasal dari nama Rara Anteng dan Jaka Seger adapun gunung berapi yang telah melindungi mereka dianggap sebagai tempat keramat, dinamakan gunung Bromo. Merujuk pada nama Dewa Brahma dalam kepercayaan agama Hindu.

Mereka pun hidup berkelompok dibawah pimpinan Jaka Seger. Hidup aman dan tenteram menjauhkan diri dari pengaruh luar. Mereka juga tetap menjunjung tinggi kepercayaan leluhur mereka. Namun kebahagiaan Rara Anteng dan Jaka Seger sangatlah tidak sempurna sebab sejak lama mereka menikah belum dikaruniai seorang anak.  Dengan perasaan yang putus asa kemudian mereka berdua memutuskan untuk bersemedi di puncak gunung Bromo yang telah dianggap keramat oleh orang-orang Tengger.

Sambil memohon kepada Dewata Agung agar dikaruniai keturunan.Sampai akhirnya di dalam kepundan Bromo terlihat nyala api membara disertai suara gemuruh. Keadaan itu dianggap olej Jaka Seger dan Rara anteng sebagai jawaban atas semedi mereka. “Dengar, Dinda! Dewata Agung rupanya telah mendengar bisikan hati kita. Kita harus mengucapkan syukur. Dan aku berjanji akan mengorbankan anak kita yang paling ragil (bungsu) kepada Dewa penghuni gunung ini, kepada Dewa Bromo!” Kata Jaka Seger. Tetapi janji suaminya itu dipandang berat oleh Rara Anteng dan mustahil mereka akan tega melakukannya. “Mengorbankan anak bungsu kita? Itu berarti pembunuhan! Oh, Kangmas terlalu memburu nafsu mengucapkan kaul itu!” gugat Rara Anteng.  Ucapan istrinya itu benar-benar menggugah perasaan Jaka Seger. Kini baru sadar bahwa kaul (janji) itu diucapkantanpa pemikiran panjang dan jernih. Namun, ia tak mungkin menjilat kembali atas janji yang telah dicetuskan. Ia khawatir akan murka Dewa.

Kemudian, tahun-tahun berlalu mengiringi kehidupan Ki Seger dan Nyai Anteng. Mereka telah dikaruniai sepuluh anak, putra dan putri. Setelah anak yang kesepuluh itu tidak mempunyai adik lagi, maka Ki Seger menganggap bahwa anaknya yang nomor sepuluh itulah paling bungsu. Namanya Kesuma. Setelah anak-anak itu menjelang dewasa, perasaan Ki Seger semakin sedih. Ia dihantui oleh janji sumpahnya dahulu.

Lebih-lebih putra bungsu itu adalah kesayangannya. Namun sampai begitu jauh Ki Seger belum juga melaksanakan janjinya. Hingga pada akhirnya terjadilah peristiwa dahsyat. Gunung Bromo meletus, mengepulkan asap hitam. Orang-oang Tengger panik mengungsi. Namun Ki Seger dan Nyai Anteng memahami adanya bencana itu. “Dia benar-benar menagih janji sumpah kita!”kata Ki Seger pelan. Matanya kosong menatap puncak gunung Bromo yang menggegak mengeluarkan lava panas. Ucapan Ki Seger menumbuhkan rasa ingin tahu anak-anaknya. Karena tak punya pilihan lagi, maka Ki Seger terpaksa membeberkan rahasia yang selama ini terselubung.

Mendengar cerita itu, Kesuma tersenyum bangga. Sementara saudara-saudaranya yang lain merasa sedih. “Kalau begitu, relakan aku! Pengorbananku semoga diterima oleh Dewata Agung!” kata pemuda itu. “Wahai Ayah Ibu dan saudara-saudaraku!”sambung Kesuma lagi. “Aku berkorban demi keselamatan semua orang! Sepeninggalku, ingatlah hari pengorbananku ini sebagai imbalan nikmat hidup yang kalian rasakan! Permintaanku, kirimlah kebawah Bromo sebagian hasil ladang serta ternakmu! Lakukanlah saat terang bulan setiap tanggal 14 bulan Kasadha.

Kemudian dengan tenang Kesuma melangkah ke arah puncak Bromo. Disana ia menyeburkan diri kedalam kawah. Dengan pengorbanan itu, gunung Bromo reda kemarahannya. Peristiwa itu benar-benar terpahat dalam sanubari penduduk Tengger, sampai keturunannya sekarang. Hingga kini kepercayaan itu masih ada. Setiap tahun pada bulan jawa Asyura (Suro) di puncak gunung Bromo selalu diadakan upacara Kasadha.

Pesan Moral Cerita Roro Anteng dan Joko Seger

“Janganlah berjanji bila tak bisa menepati janji itu, karena janji adalah hutang. Penyesalan tak bisa merubah semuanya”.

Cerita Legenda Roro Anteng dan Jaka Seger Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Dunia Dongeng