Legenda Kota Samarinda adalah cerita rakyat dari kota Samarinda, ingin tahu bagaimana cerita rakyat ini?, yuk kita mendongeng sekarang.
http://www.hotelroomsearch.net/city/samarinda-indonesia |
Legenda Kota Samarinda
Menurut cerita, asal usul kota Samarinda tidak lepas dari kedatangan orang-orang Bugis, Sulawesi Selatan. Hingga pada suatu hari ada sebuah acara besar disana, yaitu pernikahan putra Goa dengan putri Bone. Banyak acara disana, salah satunya adalah sabung ayam atau adu ayam. Namun karena salah paham terjadi perkelahian antara putra-putra Bone dan putra-putra bangsawan Wajo, dan terjadi korban tewas di pihak putra Bone yang bernama Matolla ditangan Ma’-dukelleng . Sejak peristiwa itu kerajaan Bone menuntut agar Ma’-dukelleng diserahkan ke kerajaan Bone untuk dihukum. Bila mereka menolak, mereka akan menerima akibatnya.
Akhirnya di musyawarah besar kerajaan Ma’-dukelleng tidak diserahkan, akan tetapi harus meninggalkan daerahnya dan pergi jauh ke negeri Kutai di Kalimantan yang dikenal sebagai kerajaan yang kaya dan sangat besar. Ma’-dukelleng pergi bersama ketiga putranya menuju ke negeri Kutai. Di tengah perjalanan mereka kehabisan perbekalan, dan mereka berlabuh di Pasir dan menetap disana. Setelah beberapa bulan datang rombongan Wajo dan Soppeng yang dipimpin oleh Daeng Mangkona, mereka membawa berita buruk bahwa Wajo sudah dikuasai Bone. Setelah bereka berembuk, akhirnya Rombongan Daeng Mangkona menuju ke negeri Kutai.
Sesampainya di Kutai, Daeng Mangkona menghadap ke raja yang saat itu dipimpin oleh Pangeran Dipati Mojo Kusumo. Daeng Mangkona meminta kepada raja untuk diterima menjadi rakyat Kutai. Akhirnya atas musyawarah dewan kerajaan, permintaan Daeng Mangkona pun dikabulkan oleh raja, tidak hanya itu, bahkan Daeng Mangkona pun diberi daerah Oa Buah, di pinggir sungai Mahakam. Namun daerah itu tidak cocok untuk persawahan mengingat daerah itu terdiri dari tanah berbukit-bukit.
Daeng Mangkona yang mewakili pengikutnya menghadap raja agar diberi tanah yang cocok untuk persawahan dan bercocok tanam. Dengan kemurahan hari raja, permintaan Daeng Mangkona pun dikabulkan dengan diberi tempat di tepi sebelah kiri sungai Makaham. Tidak hanya itu, Daeng Mangkona pun diakui sebagai kepala pemerintahan di daerahnya dan diberi gelar Poa Adi. Perlahan-lahan tapi pasti Daeng Mangkona mulai membangun bergotong royong dengan pengikutnya, setelah beberapa pohon ditebang, terbentanglah tanah yang luas untuk persawahan, Mereka juga mendirikan rumah-rumah di tepi sungai Mahakam membujur dari hilir ke hulu.
Setelah beberapa lama, daerah baru ini berkembang dengan pesat dan mereka memberi nama daerah itu dengan sebutan Samarinda. Penduduk Samarinda setiap tahun terus bertambah dan banyak orang-orang Wajo yang berdatangan dan menetap disana. Sehingga sampai sekarang daerah Samarinda pun ramai di huni orang dan menjadi wilayah yang indah dan maju.